Minggu, 30 Oktober 2011

salahkah dengan janjiku?


“...sayang, maaf jika selama ini aku selalu membuatmu kesal. Sering membuat air matamu jatuh. Dan bukan sekali saja aku memintamu untuk pergi. Maaf... Tapi kali ini sekali lagi aku harus memintamu untuk pergi. Sadarkah kamu? Kenapa aku selalu membuatmu kesal? Kenapa aku selalu membuatmu marah hingga kau rela membuang gengsimu untuk menangis didepan banyak orang? Sadarkah? Aku memang merencanakan semua itu. Aku senang jika kau membenciku, aku senang jika kau berkata bahwa kau akan pergi, aku senang jika kau benar-benar menamparku. Tapi kau tak pernah sedikitpun melakukannya untuk ku. Aku ingin kau membenciku. Bencilah aku!! Kau bisa mendapat lelaki yang lebih berarti dariku. Lelaki yang bisa melindungimu. Lelaki yang kuat. Bukan lelaki lemah sepertiku.
Sayang, waktuku tak banyak untuk menjagamu, melindungimu, dan memelukmu. Cepat atau lambat aku pasti akan pergi. Meski aku berjanji untuk tak meninggalkanmu, aku tetap pasti akan pergi. Maka bencilah aku sebenci-bencinya. Agar aku tenang meninggalkanmu. Bencilah aku sebenci-bencinya. Agar aku tak berat melepas pelukanku. Agar sayap ku terbentang lebar menuju pintuNya.
JANGAN MENANGIS!!! Jangan menangis!!! Aku hanya memintamu untuk membenciku, bukan untuk menangis. Jangan cengeng!!!
Aku tahu kau keras kepala, bahkan ketajaman kata-katakupun tak mampu membuatmu membenciku..
Aku beri kau 2 pilihan: tinggalkan aku sekarang. Karena ku tak ingin kau merasakan apa yg ku rasakan dulu. Kehilangan seseorang yang sangat aku cintai. Atau jika kau ingin tetap disini, kau harus kuat menerima jika suatu saat waktu itu menjemputku.”

Dua bulan yang lalu ia mengatakan semua itu padaku. Dia, dia kekasihku..kekasih yang sangat ku sayangi entah apa yang membuatku ingin selalu menjadi bagian hidupnya meski kerap kali ia memintaku untuk pergi. Ku rasa dia menyimpan rahasia yang tak ingin ku ketahui hingga ia berkata demikian. Entah apa yang membuatku bertahan dengan usahanya untuk membuatku membencinya.
Dia memberiku pilihan, dan tanpa pikir panjang aku pasti memilih untuk tetap bersamanya meskipun suatu saat nanti dia pergi seperti yang ia katakan itu. Tapi aku tak peduli. Aku berjanji padanya, “beri aku kesempatan untuk tetap berdiri disampingmu,dan aku janji akan membuatmu selalu tersenyum diakhir waktumu jika memang waktumu akan segera berakhir. Aku janji akan membuat setiap harimu dipenuhi tawa. Jika aku berhasil, aku berjanji saat waktumu tiba kau tak akan menemukan setetespun air mata yg mengiringi kepergianmu. Aku akan lebih kuat darimu saat kau kehilangan dulu”.
Setelah saat itu tanpa disadari hari-hari yang kita lewati begitu indah dan tenang. Tak pernah ada sedikitpun pertengkaran. Tak ada sedikitpun perselisihan, tak ada sediktpun nada tinggi disetiap kalimat yang kami lontarkan. Semuanya lembut, semuanya hangat, penuh kasih.
Dua hari lalu, saat semua jiwa tengah beristirahat dibawah kesadarannya, tiba-tiba saja ku terbangun dan teringat semua kata-kata yang kekasihku ucapkan dua bukan yang lalu itu. Aku tersadar betapa tenangnya hari-hari kita. Betapa penuh kasih... aku teringat akan janjiku untuk selalu membuatnya merasa senang dan selalu membuatnya tersenyum diakhir waktunya. Mungkinkah itu benar terjadi? Benarkah bahwa dia akan pergi? Atau mungkin saat itu ia hanya menggodaku? Atau semua itu hanya omong kosongnya? Atau Tuhan mendengar dan mencata semua janjiku? Benarkah ini? Benarkah itu?
Semua pertanyaan dan berbagai pemikiran bercampur memenuhi otak, dan batinku. Semalam suntuk aku memikirkan sesuatu yang semuanya berada diluar nalarku sendiri.
Dihari yang sama, saat sore menjelang... langit dikota ini begitu gelap, pertanda akan segera turun hujan. Aku memutar lagu sendu yang membuat otak ku kembali teringat semua “janji”. Hmmm...rasanya aku ingin meminta maaf padanya. Untuk semua kekesalan, kemarahan, dan semua yang pernah ku lakukan padanya. Aku tak mampu untuk bicara padanya secara langsung, maka aku kirim pesan untuknya. Tak ku sangka dengan cepat ia membalasnya... dia tak tahu maksudku mengirimi ia pesan seperti itu. Hanya saja mungkin dia sedikit terkejut ketika membacanya dan ternyata isinya adalah permohonan maaf ku. Aku hanya mencoba menenangkannya, meyakinkannya bahwa aku tak punya maksud apa-apa.
Aku hanya takut untuk kehilangannya... mungkin kalian pikir aku pengecut atau aku egois. Tapi siapa orangnya yang mau ditinggal oleh orang yang ia cintai? Ditinggalkan untuk selamanya...
Kini aku hanya berdoa, semoga apa yang ia katakan beberapa bulan lalu itu hanya omong kosongnya.


_Lintang_