Kamis, 31 Mei 2012

aku suka


Aku suka
Wajah mu yang tak lagi kaku
Mulai terserak air muka segala rupa
Dan
Saat kita berebut hati dengan kantuk
Ku dekap kau
Lalu, Perlahan tanganku lemas terkulai
Membiarkan kau sedikit bernafas
Dan aku mulai suka
Melihat wajah lelah, lusuh, kusut
Terdampar di dadaku
Setelah ku selesai menggauli
Dan ku cumbui
Tiap lembar isi hatimu
Aroma buku lama
…hhhhh….
Aku suka
!!





Sbg, 31 Mei 2012
-esage-

TWI(wi)T 1


Malam ini dingin? ya, sedingin kulit kaleng susu. tapi tak lebih dingin dari kulit tubuhku 
Matahari, coba cairkan bulan malam ini. seperti mozzarella diatas irisan daging asap 
Dan aku benci melihat punggungnya berlalu!!!
Perlahan, satu persatu nyawa lenyap dari kiri kanan ku, disusul raga yang saling seret 
Kau benar, tepat. pergi dari manusia tak berbahasa. lebih cepat kau pergi, lebih benar jalan hidup mu. kenapa tak berlari saja?
Hingga bulan meleleh, mencair, menghujani sisa-sisa langkah yang terseret, aku kan berdiri. tepat diatas pusara mereka yang pergi 
Entah malam, entah pagi... ya, selamat tinggal...sampai jumpa dimuka cahaya #karuna



-esage-
Tamsar, 31 Mei 2012 
*diambil dari "kicauan"  tengah malam tadi

Selasa, 29 Mei 2012

Perempuan Setengah Jalan(G)

rambutnya berkibar bagai prosa tengah malam
mukanya hambar, embun
peluklah punggungnya,
beku


-esage-
in the BlackBox, 29 Mei 2012

Senin, 28 Mei 2012

HEUP!!!


Nu dihareup mere peuruep
Nincak kanu taktak
Nonjok kanu babatok
Hareupeun cenah aya pangharepan
Geuning jalir tina teuteupan



-esage-
sbg, April 2012

rindu??

aku merindukan bintang, bukan malam
tapi bintang tak akan terlihat indah jika tak ada malam
apa yang harus ku rindu?
baiknya merindu diri saja





-esage-

Kamis, 24 Mei 2012


Sssstt!!!

Lekas bangun!! Malam sudah malam
Segera tidur hingga kokok ber-ayam
Buka mata, tapi jangan berteriak, tetaplah diam
Sssstt, lihat!! Itu si nenek sedang menyulam
Dibalik bilik kelam
Kau tahu?
Baju kusam dari masa silam membuatnya tetap bungkam
Nenek tua yang tinggal menunggu salam,
Tersenyum selalu memandang hati tenteram,
Dia bergumam pada setengah malam,
Ingin membuatkan baju hangat
Untuk cucunya
Nilam…


Subang, 19 Desember 2010
-esage-

Rabu, 23 Mei 2012

hhhhh.....


Entah apa yang sedang ku pikirkan…
23. 50 diberanda rumah, dibawah jutaan bintang yang…hhhhh adakah kata yang lebih ‘grande’ dari menakjubkan???

Sepintas terlempar satu cahaya berekor menuju timur, hhhhh…ku biarkan berlalu saja sebagai pemandangan untuk hati yang sedang tak karu-karuan.

Suara-suara serangga menabrak jendela mengagetkan ku berulang-ulang, hhhhh…serangga bodoh!!

Langit menjadi layar proyektor malam ini, bintang menjadi titik-titik sudut sebuah objek gambar. Sesungguhnya, aku benar-benar tak mampu lagi berkata-kata tentangnya. Banyak yang keluar dari mulutku, lantas memproyeksikannya lewat gambar diantara angin dan bintang.
Semuanya sama, tentang………hhhhh……tentang itu. Ya, itu.
Sudahlah, LUPAKAN…

Siapa itu memanggil namaku?? Hhhhh…tolong jangan mengganggu per’tapa’an ku

Hhhhh……
Tak berubah sedikit pun saat dia datang
Dan aku selalu takut untuk menghadapi kenyataan, tapi aku ingin.
Aku senang mendengar berita yang baru saja ku dengar, tapi aku takut.

Hhhhh……
Ketakutanku lah yang nanti akan membunuhku
Juga keinginanku lah yang kelak akan membinasakanku

Hhhhh……
Tak apa takutku menjadi pembunuh,
Tak apa inginku menjadi algojo untuk ku, asalkan……hhhhh…
Ah sudahlah…
AKU INGIN KAU!!!

Sudahlah, ya, kau!!! Hhh,,,LUPAKAN!!!



Sbg, 22 Mei 2012
-esage-

behind the wall #3


#3

Diguyur hujan dari langit kota  kecil ini, menjadikan keringat dan air hujan berkumpul menjadi entah apa namanya. Lengket. Tapi hati cukup bersemangat, karena membawa oleh-oleh, sebuah tropy untuk “Kartini” ku dirumah

Setibanya dirumah, tak ada sedikitpun pertanyaan tentang acara yang baru saja saya lewati. Tak ada pertanyaan “mbak, gimana audisinya? Menang? Ayo cerita sama ibu” atau “mbak gimana acaranya? Seru?” tidak ada, sama sekali tidak ada. Saya pun membiarkan suasana seperti itu saja, tanpa memulai pembicaraan kepada wanita itu.

Setelah beberapa jam berlalu, barulah saya memulai  dengan kalimat seperti anak SD, “bu, aku menang lho”. Tau apa yang dikatakannya? Hanya “menang? Iya bagus” dengan nada yang datar dan biasa saja. Dan saya hanya bisa mengangkat alis dengan bibir yang mulai berbentuk abstrak, monyong, menyeng, apalah itu namanya. Dan inilah sedikit kekecewaan yang lagi-lagi saya dapatkan. Saya kembali merobek suasana datar itu dengan bercerita ini itu dengan menggebu-gebu, berapi-api, berair-air, bersemangat. Tapi tetap saja, wanita yang hampir setengah abad itu tak menunjukkan ekspresi bahagia atau bangganya sama sekali.
“kok biasa aja sih bu?” saya mulai protes
“biasa apanya? Emang kenapa?”
“aku kan menang bu”
“iya, bagus dong kalo menang”
“kok ibu gak seneng? Gak bahagia gitu anaknya jadi juara?”
“(dengan senyumnya yang dingin dan khas, juga tempo dan nada bicara yang begitu berirama) ibu tahu mbak mampu jadi juaranya, dan ibu udah biasa dibikin bangga sama mbak. Jadi mbak pengen liat ekspresi ibu yang kayak gimana lagi?? Semua ekspresi kegembiraan ibu udah pernah mbak liat kan?? Sekarang, mbak jangan pusing-pusing kenapa ibu gak keliatan bangga dan bahagia. Ibu selalu bangga atas prestasi anak-anak ibu. Kalian jangan melihat kebahagiaan orang itu dari mukanya, jangan lihat dari ekspresi mereka. Jaman sekarang orang udah pada jago akting, udah pada pinter bohong. Lagipula, orang tua mana yang gak bangga kalo liat anaknya berprestasi? Sekecil apapun prestasi itu, ibu pasti bangga” jawaban yang tenang dibalik kebiasaannya yang berisik, jawaban yang anggun dibalik tampilan ibuku yang amat sangat tomboy. Dan aku seperti melihat ibuku memakai kebaya serta kain batik terindah yang menutup pinggul hingga mata kakinya, dibalik kaos oblong dan celana pendek itu.

Owh tidak!!! Sepertinya saya membutuhkan beberapa lembar tisu. Atau mungkin lebih baik saya masuk kamar dan menangis saja. Saya terlalu gengsi untuk memeluknya saat itu juga, saya tak mau terlihat cengeng.

Hmmm…ya banyak sekali pelajaran yang saya ambil hari ini, juga dari acara kompetisi itu.
Terimakasih kepada semua orang yang saya temui hari kemarin, dan hari ini. Yang telah menjadi ‘media’ pembelajaran bagi saya. Juga bagi Maha Dalang Esa, Love U God!!!

-The End-




Sbg, 20 Mei 2012
-esage-

Selasa, 22 Mei 2012

behind the wall #2


#2
 
Yupz, hari ini 20 Mei 2012. Bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional. Acara Talkshow bersama salah satu penulis novel Best Seller Indonesia, sekaligus puncak acara audisi penulis muda itu. Ya ya ya… Saya tak lagi berharap pada sebuah tropy atau penghargaan apapun itu. Saya cukup putus asa, bahkan sangat putus asa. Ini audisi karya tulis saya yang pertama. Dan saya mengacaukannya. “Terimakasih atas kecerobohannya”, ya, saya hanya bisa menerima makian dari diri saya yang lain. Owh god!!! Sampai hari ini pun saya masih terpikir betapa cerobohnya saya. Bahkan saat melihat antrian peserta lain didepan gedung dimana acara puncak itu diselenggarakan. Menyesal.

Oke, saya ke tempat ini bukan untuk mencari sebuah tropy, bukan untuk mencari sebuah hadiah yang tak seberapa. Saya mencari sesuatu yang bisa saya ‘manfaatkan’ untuk menjadi apa yang saya inginkan. Kecerobohan tempo hari  bukan untuk terus dipikirkan, cukup dijadikan pelajaran penting yang harus selalu menjadi peringatan. Jangan ceroboh, jangan malas untuk membaca berulang-ulang hasil tulisan, dan jangan terlalu cepat yakin bahawa apa yang kita tulis itu benar dan baik.

Acara dimulai… sang penulis best seller  pun sudah mulai berbagi pengalamannya yang menarik. Teman disebelah saya yang juga termasuk salah satu peserta audisi sempat berbisik “tu orang enak banget yak idupnya” saat mendengar si Penulis Negeri 5 Menara itu menceritakan tentang beasiswa-beasiswa yang didapatnya, juga kesempatan berkeliling 30 negara, mungkin lebih. Saya hanya menjawab dalam hati, “gampang itu sekarang, dulunya mungkin saat dia menulis, dia pernah mengalami hal yang membuatnya lebih depresi dari kejadian kesalahan penulisan tanggal dicerpen seperti ku. Siapa yang tahu, kan?” masih sedikit kesal atas kecerobohan beberapa hari lalu.

Tiba saat mengumuman pemenang audisi. Entah kenapa saya begitu yakin bahwa teman disebelah saya ini akan menjadi salah satu pemenangnya. Mungkin karena gaya yang dia punya. Gaya bicara dan bahasa yang dia pakai sehari-hari, ya semacam ada sesuatu yang saya lihat. Sebuah bibit talenta.

Dan benar saja, namanya lah yang pertama keluar sebagai pemenang audisi penulis muda di kota terpencil ini. Dengan hanya 1 kata yang keluar darinya, “ME??” dan muka bengong yang khas darinya, muka bego planga-plongo. Ya dia mungkin merasa sedang berada di dunia mimpi atau apalah itu. Kategori ini saya benar-benar menyerah, dan memang benar. Nama saya tak ada didaftar pemenang.

Cerpen? Lewat. Dan saya tidak lolos sebagai penulis cerpen. Tak ada sedikitpun kecewa, ya, karena saya tahu betul kesalahan dan kekurangan saya. Dan saya benar-benar tidak ada sedikit pun harapan untuk menjadi salah satu dari mereka yang sudah ‘resmi’ menjadi ‘penulis’.
Tanpa saya sadari, seorang wanita yang dipercaya menjadi seorang Master of Ceremony atau MC menyebutkan satu nama, “Sally Aryanti Gustina” sebagai pemenang pertama. Apa? Siapa? Bahkan saya lupa kapan terakhir kali “Gustina” itu disebutkan lengkap sebagai kesatuan nama seperti itu.

Satu ketidaksadaran. Ya, saya berada diantara sang pemenang. “Sajak Ranjang Reot membawa saya untuk berada di antara mereka?? Benarkah??”  berpikir dalam hati. Tapi ternyata bukan sajak blablabla yang telah mengangkat saya, melainkan si mungil “I”. Sebait puisi kecil yang ternyata besar dimata mereka yang membaca, yang sama sekali tak dibumbui niat, dan harapan untuk menjadi yang ‘terbesar’.

3 baris kata yang berjejer begitu “Kartini”, katanya.

Satu lagi pelajaran, jangan egois. Saya bukan pembaca, saya bukan penilai. Orang lain yang membaca, orang lain yang menilai, orang lain yang (mungkin) lebih peka. Saat saya berbicara dengan tangan, orang lain membacanya dengan hati atau dengan kacamatanya sendiri yang membuat segalanya menjadi berbeda pada setiap mata.
Sama seperti “Man Jadda Wa Jada”, yang menjadi kata ajaib. Tak banyak bicara, namun berbobot.

Tak perlu jadi manusia yang ‘banyak bicara’ untuk menjadi ‘besar’



 
*"PUISI adalah mengungkapkan makna sebanyak mungkin dalam kata yang sesedikit mungkin”
-Hawe Setiawan- , (Workshop Sastra dan Bahasa Sunda, April 2012)


Subang, 20 Mei  2012
-esage-

Senin, 21 Mei 2012

behind the wall #1


#1

20 Mei 2012 (19.15 wib)

Huoaaamm…nyemnyemnyem… ngantok ngantok ngantok. (si Upin menjawab: Becul Becul Becul). Bukan, bukan ngantuk gara-gara nonton final Piala Champion antara Chelsea dan Bayern Munchen, bukan. Ini emang semacam penyakit yang mem‘budaya’ yang agak sedikit susah dihilangkan, bahkan untuk diubah sedikitpun agaknya sulit (khususnya bagi saya). Dari mata turun ke perut, naik lagi ke mata. Liat makanan, laper, makan, kenyang, ngantooookk kemudian. Hzzzzz… -_____-ZZzzzz……

Sebelum kantuk ini semakin bergelayut dibulu mata, dan bikin kelopak mata semakin berat, rasanya saya harus menuliskan sedikit cerita yang saya dapat hari ini. Hmmm,,,sepertinya ini menjadi ‘curhatan’ pertama saya di blog. Bukan sekedar cerita, tapi pelajaran, dan sesuatu yang belum bisa saya pecahkan seperti misteri sebuah cerpen yang gak lolos audisi penulis muda (curcol dikit diawal, ups).

Okehhh, sebelum saya nekat cari dongkrak untuk menahan kelopak mata atas saya, sebelum linggis beralih fungsi jadi ‘ganjal’ mata. Bagaimana kalau saya mulai saja ‘curhat’nya ?? –oke ajalah biar cepet—oke sip!!

Begini, beberapa minggu lalu seorang teman memberitahu saya tentang sebuah...hmmm…apa ya…lomba, kompetisi, audisi atau...ya semacamnya lah. Setelah sekian lama menunggu info yang lebih jelas, akhirnya saya mendaftar sebagai peserta, walaupun saya kurang yakin karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi.

Singkat cerita, setelah beberapa tulisan selesai dibuat. 2 buah cerpen dan satu cerpen yang belum selesai, dan beberapa puisi yang sudah dipilah-pilih dari file-file berdebu dikolong meja. Saya sudah siap untuk mengirimkan karya kepada pihak penyelenggara. Tapi keyakinan itu belum juga muncul. Sempat saya memutuskan untuk tidak mengikui audisi itu. Dan lebih memilih ‘menunggu mukjizat’ datang. How ‘freak’ I am…

Akhirnya, beberapa hari sebelum batas akhir pengiriman karya, saya menulis sebuah cerpen, cerpen ke-4. Entah karena saya ceroboh, atau karena sudah benar-benar menyerah sebelum berperang, saya hanya menulis apa yang saya pikirkan, tanpa memeriksa kembali apa yang sudah saya tulis. Dan keesokan harinya, tanpa benar-benar memeriksa, atau sekedar membaca sedikit saja. Sampailah karyaku kepada pihak penyelenggara, 1 buah cerpen berjudul “LENTA DEVUSKHA The Big Walls Code”, juga 3 buah puisi yang masing-masing berjudul “Sajak Ranjang Reot”, “RUH”, dan “I” . bukan maksud serakah atau mencari keberuntungan “lotre” dengan mengirim lebih dari 1 naskah. Sejujurnya, hanya 2 yang menjadi andalan. 2 lagi anggap saja bonus untuk pihak penyelenggara, sekaligus sedikit ‘curhatan’ tentang apa yang saya lihat dari Nagari ini. Dan,,,,ya. Optimis!!!

1 hari setelah saya ‘melepas’ 4 tulisan itu, mungkin Tuhan ingin saya sadar atas apa yang telah saya perbuat, atau Tuhan ingin memberi saya satu pelajaran. Saya buka kembali kotak email saya. Melihat kembali apa yang sudah saya tulis kemarin. Dan apa yang terjadi???

JENG JENGGG!!!!!
Sebuah kesalahan fatal jelas sekali tertulis. OWH SHIT!!! “ceroboh banget sih gue!!!” semuanya terlambat, dan pesimis kembali memeluk erat. Optimisme yang baru saja saya dapat dengan sekejap menghilang “tring”. Saya hanya bisa berkhayal saat nama saya dipanggil pada sesi pengumuman pemenang. Saat seisi ruangan dipenuhi riuh tepuk tangan. Saat banyak telapak tangan saling bersilangan mengucapkan selamat. Hmmm…sebatas khayalan di depan cermin saja.

“yasudahah, yang jelas saya dapat satu pelajaran. Jangan ceroboh, dan merasa terlalu yakin.”





Sbg, 20 May 2012
–esage

'i'


Si Nyai pontang-panting jadi bini dini hari
Mencuci, menanak nasi, ngasih asi
Ah Kartini…masih kah kau bermimpi di Mei?






 -esage-
28 April 2012 
Audisi Penulis Muda Subang Berbakat , 20  Mei 2012

Rabu, 16 Mei 2012

is there a chance??


Ya, kau tak perlu memberitahu apa-apa
Aku cukup tahu,,,
Aku tahu rasanya berbagi
Berbagi makanan secuil,
Berbagi minuman setetes,
Berbagi tempat sempit. Aku tahu.
Harus membagi selembar roti saat aku kelaparan
Harus membagi setetes air saat aku kehausan
Harus berbagi tikar kecil saat aku ingin terlelap

Ya, kau tak perlu  tahu apa-apa
Aku sudah cukup mengerti
Aku mengerti rasanya berbagi
Berbagi mata sayu,
Berbagi telinga tuli
Berbagi hati, aku mengerti.
Harus melihat saat aku ingin dilihat
Harus mendengar saat aku ingin didengar
Harus mengerti saat aku ingin dimengerti
Harus rela berbagi saat aku ingin dicintai

Semua tentang ketidaktepatan dimana aku berada
Aku bisa saja berbohong,
Tapi aku akan selalu merasa bersalah
Bagaimana jika bohong ku baik??
Tetap saja aku ketakutan

Aku tak pernah rapuh,
Tuhan setia ajarkan ku berbagi
Tuhan setia melihatku yang tengah diharuskan melihat dunia saat aku ingin dilihat dunia
Tuhan setia mendengarku yang sedang diharuskan mendengar dunia saat aku ingin didengar dunia
Tuhan setia mengertiku saat aku diharuskan mencintai dunia dan ketika aku ingin dicintai
Tapi,
Satu kesetiaan yang tak pernah diberiNya
Tak pernah memberiku sedikitpun kesempatan
Untuk bermanja.
Terimakasih…

Aku tercetak sebagai bagian halaman yang hitam,
Dengan warna-warna tegas yang lurus kaku
Aku wayangmu, aku milikmu
Aku berbagi demi lakonku sendiri
Aku,
Manusia yang tak pernah diberi kesempatan mengeluh bermanja merajuk
Berterimakasih padaMu

Sedikit saja, bisakah ku mencicipi sedikit saja??


-esage-
Sbg, 16 May 2012

Sabtu, 12 Mei 2012

ciak malam

Satu waktu saja tak ada kabar darimu,hidup terasa hampa
bagai sumur tanpa dasar
yang tak pernah menemukan arti dalam hidup.
Inilah kisah dari orang-orang buangan
yang selalu tersisihkan dari hidup.
Bila tibanya malam, anjing melolong dan selalu menggigit di setiap sudut gelap sepi.
Bila tiba pagi, raga menggigil dan otak terus diputarkan dalam kisah-kisah akhir malam jahanam.
Kalau boleh saya gugat,"Apa peran pentingnya hidupku untuknya,
sehingga aku terus di hantui rasa takut yang akut, dan hanya micing sebelah mata".
Dan burung bulbul dari timur terus menukik di ujung pesisir tanjung harapan.
menyampaikan kabar yang tak pasti.
Detik demi detik, dan tiap suara binatang malam semua bergumam.
adakah esok hari semua akan di pertanyakan lagi?
kita boleh beda satu sama lain..
kecuali dalam cinta.




by.
-SANGPENDOSA-
secuil cerita dari Sang Pendosa, baru saja.

*terimakasih telah berpartisipasi "memerdekakan" blog ini ^_^