Duduk di
beranda, memandangi air yang perlahan jatuh satu persatu. Dari kelopak rose,
dari si daun raksasa Anthurium Crystallinum, dari semak, dan
pohon belimbing. Senyum hangat diantara garis-garis hidupnya menyapu sisa panas
tubuh setengah terbakar matahari yang kini mulai berpamitan pulang. Biru laut,
matanya, sejuk. Bukan karena ia datang dari negeri peri nun jauh disana, tapi
karena ia (matanya) bosan melihat dunia yang semakin menghitam diantara riuh
mulut knalpot.
“basuhlah tubuhmu, sayang” dengan nada
lembut khas keraton ditambah simpul nyaman dari senyumnya.
Ku
balas dengan senyum separuh lengket berkeringat. Memandikan daun-daun yang
lelah menghirup udara kotor kota ini memang hal yang paling ku cintai. Ditemani
Eyang Putri ku tentu saja.
Sore
itu, setelah wangi ku melebihi melati di bawah jendela kamar Eyang, dan setelah
lengket berganti segar. Baru saja kursi taman itu ku duduki, menemani Eyang
yang lebih dulu berpindah ke kursi itu. Tiba-tiba…
“Kuping Gajah itu sudah turun
temurun menjadi penghuni tetap keluarga kita” katanya
“……”
aku hanya tersenyum
“Kuping Gajah itu memang tidak
seindah Anthurium yang lain. Tapi Eyang suka. Melihat daun-daunnya yang lebar,
Eyang selalu teringat buyut mu. Daunnya yang lebar itu seperti kelir. Tahu
kelir kan, sayang?” matanya entah melihat apa
“tahu Eyang”
“Eyang gak bakal nyuruh kamu
menanam Kuping Gajah kok Ollie sayang. Itu tergantung kecintaan kamu. Mau tanam
Kuping Gajah, mau tanam melati, mau tanam belimbing juga boleh.”
“hmmm…iya Eyang”
“yang penting, jangan lupain
Eyang, ya?”
sedikit tawanya semakin menenggelamkan hari.
Lantunan
ayat suci dari masjid mulai mengisi kekosongan senja. Eyang Putri tercinta
menghela nafas, mulai merendahkan suaranya:
“cah ayu, inget pesan Eyang selama
ini, ya? Kamu ini memang perempuan, tapi bukan berarti kamu gak bisa berbuat
apa-apa. Lakukan saja apa yang ingin kamu lakukan. Tapi, ingat, jangan lupakan
kodrat, ya? Perempuan itu gak boleh ngomong kasar, harus lebih memperhatikan sopan
santun, toto kromo, jangan lupa itu. Satu lagi, boleh saja kamu suka dunia akting,
tapi jangan pernah jadi pemain sinetron. Ya?” senyumnya dan gelengan kepalanya
kontras dengan seruan perintah-perintah Tuhan
dilantunan ayat suci itu.
Panjang
lebar wanita terkasih itu bercerita dengan tenangnya, berjuta nasehat
tersembunyi di dalamnya. Ku tahu Eyang Putri begitu mencintaiku, cucu ke-27
nya. Setiap katanya adalah cinta. Melebihi kecintaan Eyang pada Kuping Gajah,
melebihi kecintaannya pada ketenangan yang diberikan senja dan lantunan ayat
suci.
Untuk yang Terkasih
I love You Eyang Putri ♥
Subang, 10 Juni 2012
-esage-