#3
Diguyur hujan dari langit kota kecil ini, menjadikan keringat dan air hujan
berkumpul menjadi entah apa namanya. Lengket. Tapi hati cukup bersemangat,
karena membawa oleh-oleh, sebuah tropy untuk “Kartini” ku dirumah
Setibanya dirumah, tak ada
sedikitpun pertanyaan tentang acara yang baru saja saya lewati. Tak ada
pertanyaan “mbak, gimana audisinya? Menang? Ayo cerita sama ibu” atau “mbak
gimana acaranya? Seru?” tidak ada, sama sekali tidak ada. Saya pun membiarkan
suasana seperti itu saja, tanpa memulai pembicaraan kepada wanita itu.
Setelah beberapa jam berlalu,
barulah saya memulai dengan kalimat
seperti anak SD, “bu, aku menang lho”.
Tau apa yang dikatakannya? Hanya “menang?
Iya bagus” dengan nada yang datar dan biasa saja. Dan saya hanya bisa
mengangkat alis dengan bibir yang mulai berbentuk abstrak, monyong, menyeng,
apalah itu namanya. Dan inilah sedikit kekecewaan yang lagi-lagi saya dapatkan.
Saya kembali merobek suasana datar itu dengan bercerita ini itu dengan
menggebu-gebu, berapi-api, berair-air, bersemangat. Tapi tetap saja, wanita yang hampir setengah
abad itu tak menunjukkan ekspresi bahagia atau bangganya sama sekali.
“kok biasa aja sih bu?” saya
mulai protes
“biasa apanya? Emang
kenapa?”
“aku kan menang bu”
“iya, bagus dong kalo menang”
“kok ibu gak seneng? Gak
bahagia gitu anaknya jadi juara?”
“(dengan senyumnya yang dingin
dan khas, juga tempo dan nada bicara yang begitu berirama) ibu tahu mbak mampu jadi juaranya, dan ibu udah biasa dibikin bangga sama
mbak. Jadi mbak pengen liat ekspresi ibu yang kayak gimana lagi?? Semua
ekspresi kegembiraan ibu udah pernah mbak liat kan?? Sekarang, mbak jangan
pusing-pusing kenapa ibu gak keliatan bangga dan bahagia. Ibu selalu bangga
atas prestasi anak-anak ibu. Kalian jangan melihat kebahagiaan orang itu dari
mukanya, jangan lihat dari ekspresi mereka. Jaman sekarang orang udah pada jago
akting, udah pada pinter bohong. Lagipula, orang tua mana yang gak bangga kalo
liat anaknya berprestasi? Sekecil apapun prestasi itu, ibu pasti bangga”
jawaban yang tenang dibalik kebiasaannya yang berisik, jawaban yang anggun
dibalik tampilan ibuku yang amat sangat tomboy. Dan aku seperti melihat ibuku
memakai kebaya serta kain batik terindah yang menutup pinggul hingga mata kakinya, dibalik kaos oblong dan celana pendek itu.
Owh tidak!!! Sepertinya saya
membutuhkan beberapa lembar tisu. Atau mungkin lebih baik saya masuk kamar dan
menangis saja. Saya terlalu gengsi untuk memeluknya saat itu juga, saya tak mau
terlihat cengeng.
Hmmm…ya banyak sekali
pelajaran yang saya ambil hari ini, juga dari acara kompetisi itu.
Terimakasih kepada semua orang
yang saya temui hari kemarin, dan hari ini. Yang telah menjadi ‘media’
pembelajaran bagi saya. Juga bagi Maha Dalang Esa, Love U God!!!
-The End-
Sbg, 20 Mei 2012
-esage-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar