Rabu, 23 Mei 2012

behind the wall #3


#3

Diguyur hujan dari langit kota  kecil ini, menjadikan keringat dan air hujan berkumpul menjadi entah apa namanya. Lengket. Tapi hati cukup bersemangat, karena membawa oleh-oleh, sebuah tropy untuk “Kartini” ku dirumah

Setibanya dirumah, tak ada sedikitpun pertanyaan tentang acara yang baru saja saya lewati. Tak ada pertanyaan “mbak, gimana audisinya? Menang? Ayo cerita sama ibu” atau “mbak gimana acaranya? Seru?” tidak ada, sama sekali tidak ada. Saya pun membiarkan suasana seperti itu saja, tanpa memulai pembicaraan kepada wanita itu.

Setelah beberapa jam berlalu, barulah saya memulai  dengan kalimat seperti anak SD, “bu, aku menang lho”. Tau apa yang dikatakannya? Hanya “menang? Iya bagus” dengan nada yang datar dan biasa saja. Dan saya hanya bisa mengangkat alis dengan bibir yang mulai berbentuk abstrak, monyong, menyeng, apalah itu namanya. Dan inilah sedikit kekecewaan yang lagi-lagi saya dapatkan. Saya kembali merobek suasana datar itu dengan bercerita ini itu dengan menggebu-gebu, berapi-api, berair-air, bersemangat. Tapi tetap saja, wanita yang hampir setengah abad itu tak menunjukkan ekspresi bahagia atau bangganya sama sekali.
“kok biasa aja sih bu?” saya mulai protes
“biasa apanya? Emang kenapa?”
“aku kan menang bu”
“iya, bagus dong kalo menang”
“kok ibu gak seneng? Gak bahagia gitu anaknya jadi juara?”
“(dengan senyumnya yang dingin dan khas, juga tempo dan nada bicara yang begitu berirama) ibu tahu mbak mampu jadi juaranya, dan ibu udah biasa dibikin bangga sama mbak. Jadi mbak pengen liat ekspresi ibu yang kayak gimana lagi?? Semua ekspresi kegembiraan ibu udah pernah mbak liat kan?? Sekarang, mbak jangan pusing-pusing kenapa ibu gak keliatan bangga dan bahagia. Ibu selalu bangga atas prestasi anak-anak ibu. Kalian jangan melihat kebahagiaan orang itu dari mukanya, jangan lihat dari ekspresi mereka. Jaman sekarang orang udah pada jago akting, udah pada pinter bohong. Lagipula, orang tua mana yang gak bangga kalo liat anaknya berprestasi? Sekecil apapun prestasi itu, ibu pasti bangga” jawaban yang tenang dibalik kebiasaannya yang berisik, jawaban yang anggun dibalik tampilan ibuku yang amat sangat tomboy. Dan aku seperti melihat ibuku memakai kebaya serta kain batik terindah yang menutup pinggul hingga mata kakinya, dibalik kaos oblong dan celana pendek itu.

Owh tidak!!! Sepertinya saya membutuhkan beberapa lembar tisu. Atau mungkin lebih baik saya masuk kamar dan menangis saja. Saya terlalu gengsi untuk memeluknya saat itu juga, saya tak mau terlihat cengeng.

Hmmm…ya banyak sekali pelajaran yang saya ambil hari ini, juga dari acara kompetisi itu.
Terimakasih kepada semua orang yang saya temui hari kemarin, dan hari ini. Yang telah menjadi ‘media’ pembelajaran bagi saya. Juga bagi Maha Dalang Esa, Love U God!!!

-The End-




Sbg, 20 Mei 2012
-esage-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar