kertas
"setiap orang bisa membentuk kata-kata indah, merangkainya dalam
puisi. tapi, bisakah ia memberinya ruh?"
kertas
agar aku dapatkan ruh,
sungguh...
aku butuh keliaran tinta mu"
pena
kertas
“Berhenti?
Hey, bahkan kita belum saling tatap. Kau pikir seberapa
jantan kau mampu menari ditubuhku? Lantas bisakah sang ruh mengisi setiap lekuk
imajinya?
Lihat, aku menggigil..aku putih…aku pucat…
Dimana ruh? Dimana tubuh?”
pena
“Bukan masalah jantan atau tidak...!! Aku berhenti karena terengah-engah
dan terasa buntu..
Ku rasa dalam keadaan buntu seperti itu dengan sekuat tenaga ku meregang menekan keras hingga cairan
di dalamku keluar tak beraturan membasahi tubuh mu!!”
kertas
Ku rasa dalam keadaan buntu seperti itu dengan sekuat tenaga ku meregang menekan keras hingga cairan
di dalamku keluar tak beraturan membasahi tubuh mu!!”
kertas
“Sabar bung…
Perlahan…
Jangan kau kotori aku begitu saja
Aku ingin lama
Agar ruh kembali iba”
pena
“Perlahan? Perlahan?
Selalu kau ucap!
Sedang kau hanya diam dibawah sana
Tetapi aku…aku…
Aku yang meraba, menari di atasmu”
kertas
“Kenapa? Kau tak suka? Tak mau?
Hentikan saja tarian mu
Biar aku mencari ruh ku sendiri”
pena
“Itulah egomu, kau tak sadari bagaimana rasanya
anti-klimkas!!”
kertas
“Wah wah wah…lihat… siapa itu yang merasa hebat?
Baik, baik…lihat dan lakukan saja apa yang kita bisa
Hingga AKU dan KAU menjadi sebuah irama”
Subang-Sukabumi, Juni 2012
Diskusi pasca Workshop Sastra Sunda 2012 ( Workshopnya
Sunda, hasilnya malah gak ada sunda-sundanya sama sekali. Tak apa lah yaaa…yang
penting berkarya. Tul?! )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar