......hingga
aku harus menghidupkan sendiri teman dalam lorong-lorong hariku
Ku
bangunkan satu persatu potongan raganya, ku kumpulkan dari serpihan-serpihan yang
lebih kecil yang ditinggal nyawanya. ku rekatkan mereka kembali
Mereka
merekat kuat.... ku dudukkan Ia pada sebuah kursi kayu, dan aku pun duduk di
hadapannya. kami saling tatap
Aku
memulai dengan "Hallo...", ku lambaikan tanganku padanya.
"berjabat
tangan?" ajak ku
Tatapannya
kosong, telapak tangannya dingin. aku mulai bercerita padanya. namaku, makanan
kesukaanku, pekerjaanku, semua
Ia tak
berkata apa-apa. aku senang, dia pendengar yang baik. dia masih terduduk manis
dihadapanku. manis sekali
Panjang
lebar aku bercerita, Ia masih saja setia mendengar segala keluh kesah juga suka
cita ku. Tatapannya masih kosong jauh menerobos dinding hati dan pikiranku.
“boleh
aku memelukmu?” tanya ku ragu
Dan ku
lihat Ia tersenyum padaku. Segera ku raih tubuhnya, ku peluk erat, erat sekali,
seakan tak peduli dengan rasa sakit yang ditimbulkan.
Tiba-tiba
ku rasakan Ia pun memelukku, hangat, dan lembut.
Aku yang
terheran-heran, kembali menatapnya. “teman?” katanya.
-esage-
19
January 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar