17.40 tepian danau ditemani senja berpulang
Akhirnya
matahari bisu ku mau kembali bicara. Sesuatu yang sudah lama ku nantikan. Ya,
sejak berbulan-bulan lamanya.
12.39
seusai makan siangku yang tak lebih dari 4 sendok nasi. Perbincangan 39 menit
19 detik itu menyisakan pertanyaan-pertanyaan yang tak kunjung terjawab.
Berbicara padanya tak ubahnya sebuah
perbincangan seorang wartawan dan narasumber, atau lebih tepatnya lagi, seperti
dialog seorang ibu dengan anaknya yang ternyata seorang pengidap autis.
Apapun
yang ku tanyakan hanya terjawab “iya”, dan “tidak tahu”. Termasuk pertanyaan kesekian
ku yang menanyakan tentang pembelaan atas menghilangnya dia selama ini, yang
hanya mendapat respon “hmmm”.
Tak
ada satupun pertanyaan yang mendapat jawaban memuaskan. Selalu bersabar. Semua
ucapanku selalu diulanginya. Sesekali setengah berteriak. Dan entah apa yang
dikatakannya. Termasuk saat ku dengar tiba-tiba dia mengucapkan “Rocket
Terbang”.
“Rocket terbang?”
“rock…et… ter…bang” sedikit terbata,
suaranya melemah
“maksudnya?”
“iya”
“kenapa?” tanyaku perlahan
“kecoak” jawabnya datar
“kamu kenapa?” tanyaku lembut
“aku gak kenapa-napa” jawabnya manja
Hening
sejenak……
“kamu lagi apa?” layaknya pertanyaan
seorang guru taman kanak-kanak kepada muridnya
“hhhhh…duduk……” jawabnya tegas
BRAKKK!!!
Tiba-tiba terdengar suara sesuatu yang berat dan besar jatuh dari ujung telpon.
“………………” tiba-tiba sunyi
Baru
saja aku akan angkat bicara dan mengajukan pertanyaan ringan yang lain,
tiba-tiba dia bersuara aneh lagi.
Ditengah
kesabaranku yang masih bertahan, tetes demi tetes bulir embun hangat meluncur
dari pelupuk mataku.
Selama
ini aku berusaha memintanya, dan membujuknya untuk berbicara, tapi tak kunjung
terlaksana. Siang ini, harusnya banyak yang bisa kami bicarakan. Bukan sekedar
dialog-dialog pemulihan mental si autis.
“shhha…yang…” seperti rintihan orang
sekarat
“ya?”
“da…dah bundaaa… sampai jum…pa” dan
suara-suara aneh kembali keluar dari mulutnya
“……” hanya mencoba menanggapi
Semuanya
terasa aneh. Apa aku tengah berada disebuah rumah sakit jiwa??
Beberapa
pertanyaan kecil tetap ku layangkan untuk pria 25 tahun di seberang sana. Walau
ku tahu tak akan ada jawaban yang bisa memuaskan hatiku. Hanya mencoba
mengembalikan sikapnya yang dulu tenang, namun kocak dan menyenangkakn. Semua
usahaku akhirnya terjawab dengan perkataan “aku mati, dek. Da…dah… sampai
jump…pa”.
Setelah
beberapa detik, hanya bunyi berdengung terputus-putus dari suara telpon yang
terputus.
Sbg,
6 June 2012
-esage-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar