Senin, 11 Juni 2012

Senjanya Eyang Putri


Duduk di beranda, memandangi air yang perlahan jatuh satu persatu. Dari kelopak rose, dari si daun raksasa Anthurium Crystallinum, dari semak, dan pohon belimbing. Senyum hangat diantara garis-garis hidupnya menyapu sisa panas tubuh setengah terbakar matahari yang kini mulai berpamitan pulang. Biru laut, matanya, sejuk. Bukan karena ia datang dari negeri peri nun jauh disana, tapi karena ia (matanya) bosan melihat dunia yang semakin menghitam diantara riuh mulut knalpot.

“basuhlah tubuhmu, sayang” dengan nada lembut khas keraton ditambah simpul nyaman dari senyumnya.

Ku balas dengan senyum separuh lengket berkeringat. Memandikan daun-daun yang lelah menghirup udara kotor kota ini memang hal yang paling ku cintai. Ditemani Eyang Putri ku tentu saja.

Sore itu, setelah wangi ku melebihi melati di bawah jendela kamar Eyang, dan setelah lengket berganti segar. Baru saja kursi taman itu ku duduki, menemani Eyang yang lebih dulu berpindah ke kursi itu. Tiba-tiba…

“Kuping Gajah itu sudah turun temurun menjadi penghuni tetap keluarga kita” katanya

“……” aku hanya tersenyum

“Kuping Gajah itu memang tidak seindah Anthurium yang lain. Tapi Eyang suka. Melihat daun-daunnya yang lebar, Eyang selalu teringat buyut mu. Daunnya yang lebar itu seperti kelir. Tahu kelir kan, sayang?” matanya entah melihat apa

“tahu Eyang”

“Eyang gak bakal nyuruh kamu menanam Kuping Gajah kok Ollie sayang. Itu tergantung kecintaan kamu. Mau tanam Kuping Gajah, mau tanam melati, mau tanam belimbing juga boleh.”

“hmmm…iya Eyang”

“yang penting, jangan lupain Eyang, ya?” sedikit tawanya semakin menenggelamkan hari.

Lantunan ayat suci dari masjid mulai mengisi kekosongan senja. Eyang Putri tercinta menghela nafas, mulai merendahkan suaranya:

“cah ayu, inget pesan Eyang selama ini, ya? Kamu ini memang perempuan, tapi bukan berarti kamu gak bisa berbuat apa-apa. Lakukan saja apa yang ingin kamu lakukan. Tapi, ingat, jangan lupakan kodrat, ya? Perempuan itu gak boleh ngomong kasar, harus lebih memperhatikan sopan santun, toto kromo, jangan lupa itu. Satu lagi, boleh saja kamu suka dunia akting, tapi jangan pernah jadi pemain sinetron. Ya?” senyumnya dan gelengan kepalanya kontras dengan seruan perintah-perintah  Tuhan dilantunan ayat suci itu.

Panjang lebar wanita terkasih itu bercerita dengan tenangnya, berjuta nasehat tersembunyi di dalamnya. Ku tahu Eyang Putri begitu mencintaiku, cucu ke-27 nya. Setiap katanya adalah cinta. Melebihi kecintaan Eyang pada Kuping Gajah, melebihi kecintaannya pada ketenangan yang diberikan senja dan lantunan ayat suci.



Untuk yang Terkasih
I  love You Eyang Putri
Subang, 10 Juni 2012
-esage-

2 komentar: